Arsip Tag: lembaga perlindungan anak

LPA Tubaba Kunjungi Anak-Anak Keluarga Eks. Pengikut Gafatar | Berita LPA Tulangbawang Barat.


Press Release  LPA Tubaba

Minggu, 31 Januari 2016  pukul 05:44 WIB

~Ka LPA Tubaba bersama anak-anak keluarga eks Gafatar, Marga Kencana 30 Jan 2016 - Copy

TULANG BAWANG UDIK, (Komunitas Pojok Tulangbawang Barat) – Untuk menghindari stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tua yang terindikasi menjadi jaringan atau eks anggota ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dan berperan aktif dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi anak. Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Tulang Bawang Barat (LPA Tubaba) kunjungi keluarga Fat (43th) warga Tiyuh Marga Kencana Kecamatan Tulang Bawang Udik Kabupaten Tulang Bawang Barat guna melakukan pendampingan. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi Promosi dan Sosialisasi Hak Anak LPA Tubaba, Fitria Ningsih Chaniago.

“Kondisi mereka cukup memprihatinkan, pasca kejadian ini ketiga anak mereka terancam putus sekolah,” kata Fitria di Daya Murni, Sabtu (30/01/2016).

Dari keterangan yang berhasil LPA Tubaba himpun, keluarga eks pengikut Gafatar yang baru saja dipulangkan dari Kalimantan Barat ini memiliki 3 orang anak; yang pertama MYA (16th) laki-laki baru lulus SMP, NN (14th) perempuan kelas VIII SMP dan yang ketiga ZYA (9th) baru kelas III SD.

“Anak pertama sempat lulus SMP tetapi hingga hari ini ijazahnya belum sempat diambil, masih disekolah. Demikian juga dua anak lainnya sempat naik kelas tetapi belum pernah masuk sekolah dikelas yang baru karena kepergian mereka meninggalkan Marga Kencana orang tua tak sempat urus sekolah anak-anak.” Sambung Ketua LPA Tubaba, Elia Sunarto diujung telepon.

LPA Tubaba mengapresiasi sikap dan langkah Pemerintah Daerah dan masyarakat Tubaba yang well come atas  kepulangan mereka, lanjut Elia Sunarto. Ini sangat penting bagi perkembangan psikis anak-anak mereka, jangan sampai akibat kejadian itu berdampak pada psikologi anak-anak keluarga eks pengikut Gafatar.

“LPA Tubaba akan mendampingi mereka, Senin nanti kami akan bertemu dengan pihak sekolah dan Dinas Pendidikan, mereka harus mendapatkan hak pendidikannya. Kalau diperlukan LPA Tubaba juga akan siapkan psikiater,” ungkap aktifis anak ini.

Terkait hal ini, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam meminta Kemendikbud bisa memberikan layanan pendidikan darurat serta membuat perencanaan untuk pemenuhan hak pendidikan anak secara utuh dan holistik. Kata dia, banyak anak usia sekolah, baik Sekolah Dasar (SD) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang putus sekolah karena gabung Gafatar setelah pindah ke Kalimantan, dan juga tidak mengenyam pendidikan.

Kepalo Tiyuh Marga Kencana Kecamatan Tulang Bawang Udik, Nuredi melalui Gerbang Sumatera News  mengucapkan terimakasih kepada LPA Tubaba yang berkenan mendampingi warganya yang sedang mengalami musibah tersebut. Ia berharap sangat dengan keikutsertaan LPA masalah keberlanjutan pendidikan anak-anak keluarga eks pengikut Gafatar segera mendapat solusi.

Ketika ditanya sikapnya terkait kepulangan warga yang terindikasi anggota Gafatar, Nuredi yang ditemui Gerbang Sumatera News dirumahnya, Sabtu (30/01/2016) menjelaskan, dirinya selaku Kepalo Tiyuh tentu saja menerima dengan tangan terbuka dan siap membina mereka.

“Sepengetahuan saya, mereka adalah warga yang baik dan tidak pernah berbuat yang aneh-aneh, dalam hal ini mereka adalah korban Gafatar. Kami siap menerima dan membina mereka kembali, karena ini perintah langsung Bapak Bupati Umar Ahmad.” terang Nuredi.

Dari pantauan Gerbang Sumatera News dilapangan masyarakat Tulang Bawang Barat termasuk familiar, tidak menolak kepulangan mantan pengikut Gafatar. Hal ini tentu karena keberhasilan Pemkab Tubaba dalam memberikan pemahaman warganya bahwa pengikut Gafatar kebanyakan adalah korban. Hal tersebut diamini Sudarso salah seorang warga Tiyuh Marga kencana.

“Dengan tidak mengurangi kewaspadaan tentunya, kami dapat menerima kepulangan mereka. Buktinya baru sehari mereka dirumah malamnya sudah membaur ikut kegiatan rutin yasinan yang diselenggarakan dirumah warga”. Kata Sudarso.

Untuk diketahui, Fat yang masih tercatat sebagai  warga Kabupaten Tubaba ini merupakan salah satu dari ribuan bekas anggota Gafatar yang sudah terdata di delapan titik lokasi pengungsian di Kalimantan Barat yang kini sudah dipulangkan ke kampung asalnya. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung melalui Dinas Sosial Provinsi Lampung sebelumnya telah menjemput warga Lampung mantan pengikut Gafatar ini di Rumah Pelindungan dan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus, Jakarta Timur, Sabtu (30/1) lalu.

Gubernur Lampung, Ridho Ficardo meminta pada unsur pemerintah terkecil, yaitu lurah dan kepala desa serta ormas keagamaan menjaga psikologis eks Gafatar saat kembali ke masyarakat.

“Jangan sampai mereka teraniaya, bukan secara fisik tapi secara psikologis. Supaya meraka bisa menyatu kembali dengan masyarakat,” jelas Gubernur.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa saat kunjungannya di barak pengungsian eks anggota Gafatar di Pontianak, Sabtu (22/01/2016) juga meminta masyarakat menerima kehadiran mantan anggota organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Eks anggota Gafatar, kata dia, tidak boleh dikucilkan. *(ES).

LPA GENERASI : STOP PELIBATAN ANAK DALAM DUNIA POLITIK


Rilis Ketua LPA GENERASI, Ena Nurjanah     Sabtu, 29 juni 2019

JAKARTA (PojokTubaba.com) — Peristiwa kerusuhan yang terjadi  tanggal 22 mei 2019 di depan gedung Bawaslu  dan demonstrasi  massa tanggal 26 juni 2019   menjelang putusan MK membuktikan masih  banyaknya anak-anak yang dilibatkan dalam aktivitas politik . Dengan wajah-wajah yang lugu mereka meneriakan pembelaan kepada salah satu pihak tanpa mengerti lebih lanjut  maksud dari  pembelaan yang mereka lakukan. 

Anak-anak ini umumnya datang dari luar Jakarta, punya semangat pembelaan yang tinggi terhadap tokoh atau kelompok tertentu.  Namun ada juga yang tidak paham maksud kedatangan mereka. Mereka datang hanya berdasarkan ajakan atau  suruhan orang dewasa.

Semua yang dilakukan oleh anak-anak sudah bisa dipastikan merupakan  hasil tindakan orang dewasa . Dunia politik  sama sekali bukan ranah yang anak-anak pahami. Anak-anak tidak pernah punya kepentingan dalam kegiatan yang mereka lakukan. Tetapi orang dewasalah  yang memiliki agenda dan kepentingan  dengan  menggiring anak-anak  dalam kancah politik praktis

Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak (UU PA) no.35 tahun 2014 sebenarnya sudah gamblang menyatakan  larangan pelibatan  anak dalam kegiatan politik, sekaligus memuat point tentang  sanksi hukum yang diberikan terhadap para pelanggar pasal tersebut.

Pasal 15 dari UU PA menyatakan bahwa  anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik; b. pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. pelibatan dalam kerusuhan sosial; d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan e. pelibatan dalam peperangan. 

Kemudian sanksi hukum terhadap para pelanggarnya ada di dalam  Pasal 87 yang menyatakan bahwa  Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76H(yaitu bahwa setiap orang dilarang merekrut atau memperalat Anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan Anak tanpa perlindungan jiwa),  dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 

Dengan melihat kasus yang masih hangat terjadi, pelibatan anak dalam dunia politik nampaknya belum ada kata berhenti. Anak-anak masih terus saja menjadi komoditas politik. Kerentanan pemahamanan  anak  telah dijadikan  sarana bagi mereka yang punya ambisi untuk memasukkan pemahaman  orang dewasa  dalam benak anak-anak  yang polos .

Anak – anak sesungguh berada dalam tahap pemikiran yang sangat kaku, sempit,  dan tidak luwes .  Pandangan moral mereka masih sangat lemah. Anak-anak belum  memiliki kemampuan untuk memahami  akan konsekuensi terhadap apa yang mereka lakukan . 

Anak-anak adalah figure yang masih terus bertumbuh dan berkembang. Cara berpikir mereka juga masih terus berproses untuk menjadi matang. Maka wajar saja seorang anak dengan mudah kagum dengan tokoh yang  mereka lihat punya kekuatan atau popularitas. Kerentanan cara berpikir anak  juga membuat seorang anak  dengan mudah tunduk kepada pihak yang lebih berkuasa, punya otoritas, baik itu orangtua, guru, maupun orang dewasa lainnya yang memiliki relasi kuasa atas dirinya.

Cara berpikir   anak yang belum matang  membuatnya sangat mudah untuk dimanfaatkan dan diarahkan untuk melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan oleh orang dewasa.

Dengan demikian, sudah selayaknya  dipahami oleh semua pihak bahwa setiap  pelanggaran hukum  yang dilakukan oleh anak dalam dunia politik maka yang  seharusnya  disasar adalah para orang dewasa. 

Namun, sangat disayangkan hingga saat ini hampir belum pernah ada orang dewasa yang dijadikan tersangka  dan dikenai sanksi atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak-anak. Hampir selalu  kasus hukum anak-anak  dalam politik praktis akan berhenti pada penanganan terhadap anak-anaknya dengan melibatkan dinas/kementerian sosial. 

Melihat kondisi tersebut, wajar saja kalau hingga saat ini anak masih menjadi sasaran pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memenuhi kepentingan politik praktis orang perorang maupun kelompok .

Hal ini harusnya menjadi perhatian serius  pemerintah yang telah menerbitkan Undang-Undang perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014.  Sudah sejauh mana implementasi dari sanksi hukum ini dijalankan? Dan yang paling penting  adalah “Kapan anak-anak  berhenti  menjadi  sasaran empuk orang dewasa yang berpolitik?”. 

Salam 
Ena Nurjanah 
Ketua Lembaga Perlindungan Anak GENERASI 

LPA GENERASI : STOP PELIBATAN ANAK DALAM DUNIA POLITIK


Rilis Ketua LPA GENERASI, Ena Nurjanah     Sabtu, 29 juni 2019

JAKARTA (PojokTubaba.com) — Peristiwa kerusuhan yang terjadi  tanggal 22 mei 2019 di depan gedung Bawaslu  dan demonstrasi  massa tanggal 26 juni 2019   menjelang putusan MK membuktikan masih  banyaknya anak-anak yang dilibatkan dalam aktivitas politik . Dengan wajah-wajah yang lugu mereka meneriakan pembelaan kepada salah satu pihak tanpa mengerti lebih lanjut  maksud dari  pembelaan yang mereka lakukan. 

Anak-anak ini umumnya datang dari luar Jakarta, punya semangat pembelaan yang tinggi terhadap tokoh atau kelompok tertentu.  Namun ada juga yang tidak paham maksud kedatangan mereka. Mereka datang hanya berdasarkan ajakan atau  suruhan orang dewasa.

Semua yang dilakukan oleh anak-anak sudah bisa dipastikan merupakan  hasil tindakan orang dewasa . Dunia politik  sama sekali bukan ranah yang anak-anak pahami. Anak-anak tidak pernah punya kepentingan dalam kegiatan yang mereka lakukan. Tetapi orang dewasalah  yang memiliki agenda dan kepentingan  dengan  menggiring anak-anak  dalam kancah politik praktis

Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak (UU PA) no.35 tahun 2014 sebenarnya sudah gamblang menyatakan  larangan pelibatan  anak dalam kegiatan politik, sekaligus memuat point tentang  sanksi hukum yang diberikan terhadap para pelanggar pasal tersebut.

Pasal 15 dari UU PA menyatakan bahwa  anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik; b. pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. pelibatan dalam kerusuhan sosial; d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan e. pelibatan dalam peperangan. 

Kemudian sanksi hukum terhadap para pelanggarnya ada di dalam  Pasal 87 yang menyatakan bahwa  Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76H(yaitu bahwa setiap orang dilarang merekrut atau memperalat Anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan Anak tanpa perlindungan jiwa),  dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 

Dengan melihat kasus yang masih hangat terjadi, pelibatan anak dalam dunia politik nampaknya belum ada kata berhenti. Anak-anak masih terus saja menjadi komoditas politik. Kerentanan pemahamanan  anak  telah dijadikan  sarana bagi mereka yang punya ambisi untuk memasukkan pemahaman  orang dewasa  dalam benak anak-anak  yang polos .

Anak – anak sesungguh berada dalam tahap pemikiran yang sangat kaku, sempit,  dan tidak luwes .  Pandangan moral mereka masih sangat lemah. Anak-anak belum  memiliki kemampuan untuk memahami  akan konsekuensi terhadap apa yang mereka lakukan . 

Anak-anak adalah figure yang masih terus bertumbuh dan berkembang. Cara berpikir mereka juga masih terus berproses untuk menjadi matang. Maka wajar saja seorang anak dengan mudah kagum dengan tokoh yang  mereka lihat punya kekuatan atau popularitas. Kerentanan cara berpikir anak  juga membuat seorang anak  dengan mudah tunduk kepada pihak yang lebih berkuasa, punya otoritas, baik itu orangtua, guru, maupun orang dewasa lainnya yang memiliki relasi kuasa atas dirinya.

Cara berpikir   anak yang belum matang  membuatnya sangat mudah untuk dimanfaatkan dan diarahkan untuk melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan oleh orang dewasa.

Dengan demikian, sudah selayaknya  dipahami oleh semua pihak bahwa setiap  pelanggaran hukum  yang dilakukan oleh anak dalam dunia politik maka yang  seharusnya  disasar adalah para orang dewasa. 

Namun, sangat disayangkan hingga saat ini hampir belum pernah ada orang dewasa yang dijadikan tersangka  dan dikenai sanksi atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak-anak. Hampir selalu  kasus hukum anak-anak  dalam politik praktis akan berhenti pada penanganan terhadap anak-anaknya dengan melibatkan dinas/kementerian sosial. 

Melihat kondisi tersebut, wajar saja kalau hingga saat ini anak masih menjadi sasaran pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memenuhi kepentingan politik praktis orang perorang maupun kelompok .

Hal ini harusnya menjadi perhatian serius  pemerintah yang telah menerbitkan Undang-Undang perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014.  Sudah sejauh mana implementasi dari sanksi hukum ini dijalankan? Dan yang paling penting  adalah “Kapan anak-anak  berhenti  menjadi  sasaran empuk orang dewasa yang berpolitik?”. 

Salam 
Ena Nurjanah 
Ketua Lembaga Perlindungan Anak GENERASI 

MESKIPUN SUKSES KEMBALIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH, KETUA LPA NGAKU MASIH KECEWA


PANARAGAN-TULANG BAWANG BARAT (PojokTubaba.com) — Hari ini Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Tulang Bawang Barat (LPA Tubaba) kembali berhasil mengembalikan anak putus sekolah ke bangku sekolah kembali, tetapi meskipun upayanya berhasil Ketua LPA Tubaba, Elia Sunarto mengaku kecewa. Ditemui di area taman bermain Pulung Kencana aktivis anak ini menuturkan kekecewaannya, Jum’at (25/01/2019).

“Saya melihat raut wajah kecewa dari beberapa guru, setidaknya hal itu pulalah yang disampaikan kepala sekolah tadi kepada saya, sialnya dihadapan orang tua dan si anak langsung, saat kami bertemu di ruang kepsek,” ungkap Elia Sunarto.

Seperti diketahui, Ketua LPA Tubaba hadir di sekolahan itu dalam rangka upaya pemenuhan hak anak, karena RH, pelajar kelas XII sebuah SLTA yang dirahasiakan identitasnya itu telah dikeluarkan pihak sekolah, sejak akhir Oktober 2018 ybs sudah tidak sekolah lagi.

Elia Sunarto sayangkan banyak sekolah terlalu mudah mengeluarkan siswa dari sekolah, apapun kesalahan anak tersebut tidak boleh dikeluarkan, apalagi mereka sudah kelas akhir menjelang kelulusan.

“Setiap tahun kita temukan kasus seperti ini. Di Tubaba hal ini setidaknya adalah pelanggaran atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Perda Nomor 10 Tahun 2015 tentang Pengelolaan perlindungan anak,” terang Elia Sunarto.

Ia menjelaskan, meskipun si anak sudah dapat kembali ke sekolah tapi sikap dan pandangan guru-guru kalau benar yang dikatakan kepala sekolah sungghuh tidak mencerminkan sikap pendidik dan pengasuh anak.

“Kalau keberatan silakan disampaikan kita bisa gelar pertemuan, biar nanti saya jelaskan panjang lebar hak anak, dan apa yang saya lakukan tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, juga tidak ada tekanan. Pihak sekolah silakan menolak tegas kalau keberatan anak ini sekolah lagi,” kata Elia Sunarto menahan emosi.

LPA Tubaba memiliki SOP penanganan kasus anak, ada pemulihan mental dan integrasi anak sebagai korban dengan lingkungannya. Kalau seperti ini sikap gurunya, berarti ada kontra dengan paradigm Perlindungan anak. Anak justru tertekan dengan sikap guru dan menjadikan sekolah tidak ramah anak, anak menjadi kurang Nyaman.

“Saat ini saja di sekolah ini setidaknya ada 3 siswa yang mestinya harus diadvokasi agar mau sekolah lagi,” pungkas Elia Sunarto mengakhiri pembicaraan. (ES.007)

KOMUNITAS REPUBLIK SASTRA TUBABA, PANGGUNG SENI DAN AKSI


Panaragan Jaya (PojokTubaba.com) – Kabar gembira buat warga Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba) Provinsi Lampung terutama anak-anak, para pegiat dan penyuka seni sastra. Sekelompok pemerhati dan pegiat seni telah bermaklumat mendirikan Republik Sastra Tubaba, komunitas ini dibidani oleh Dewan Kesenian Tubaba. Dalam perjamuan seni yang digelar di Rumah Dinas Wakil Bupati Tubaba pada Minggu malam, 23/9/2018 sekira pukul 23:48 WIB mereka membaiat Maryanto sebagai Presiden Republik Sastra Tubaba dengan didampingi Elia Sunarto selaku Perdana Menterinya.

Ketua Harian Dewan Kesenian Tubaba, Ansyori membenarkan terbentuknya Republik Sastra Tubaba lahir terinspirasi dari hasil kunjungan budaya Dewan Kesenian Tubaba ke Batam beberapa hari lalu.

IMG-20180923-WA0014IMG-20180923-WA0015IMG-20180923-WA0016IMG-20180923-WA0017IMG-20180923-WA0018IMG-20180923-WA0019IMG-20180924-WA0002IMG_20180924_011411_323Ketua Umum Dewan Kesenian Tubaba yang juga adalah Wakil Bupati Tubaba, Fauzi Hasan berharap hadirnya Republik Sastra Tubaba mampu mendorong tumbuhnya geliat berkesenian di Bumi Ragem Sai Mangi Wawai.

“Kita akan siapkan panggung seni, anak-anak membutuhkan ruang buat berkreasi. Bisa kita gelar sebulan sekali terbuka untuk umum,” kata Fauzi Hasan.

Sementara itu Maryanto yang diangkat sebagai Presiden Republik Sastra Tubaba berharap kelahiran komunitas baru ini bisa mendapat dukungan masyarakat luas.

“Melalui kesenian kita turut bergerak membangun dan memperkenalkan Tubaba kepada pihak luar,” ujarnya.

Perjamuan seni kelahiran Republik Sastra Tubaba di Rumah Dinas Wakil Bupati tersebut dimeriahkan oleh pembacaan puisi oleh sejumlah peserta yang hadir. Dalam kesempatan itu pula, Fauzi Hasan selaku Ketua Umum Dewan Kesenian Tubaba menerima 3 buah buku yang disampaikan langsung oleh penulisnya, yaitu; kumpulan cerpen Surat dari Praha dan kumpulan puisi Cinta Malam dan Dongeng Kopi oleh Elia Sunarto dan novel Ketika Ikan-Ikan itu Pergi oleh fajar Mesaz.

“Ini kabar gembira buat anak-anak Tubaba, kehadiran komunitas Republik Sastra Tubaba merupakan akselerasi mimpi kami mewujudkan Kabupaten Layak Anak,” kata Elia Sunarto.

Masih menurut Ketua LPA Tubaba, melalui kegiatan inovatif seperti inilah upaya-upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak dari klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya dapat tercapai. (**)

KERUSUHAN SARA NYARIS PECAH, DIDUGA DIPICU AKUN PALSU |Kabar LPA Tubaba


TULANG BAWANG TENGAH, TUBABA (PojokTubaba.com) – Kerusuhan berbau SARA nyaris pecah mengoyak kerukunan yang selama ini terjaga di Kelurahan Mulyo Asri Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Jum’at 19 Mei 2017 malam sekira pukul 19;16 WIB. Massa sekitar 200-an orang terkonsentrasi disebuah warung tenda yang berada di pelataran pertokoan kompleks Pasar Modern Mulyo Asri, mereka diduga berasal dari kampung tetangga. Kelurahan Mulyo Asri merupakan daerah ujung Kabupaten Tubaba yang berbatasan langsung dengan Desa Gunung Batin yang berada di Kabupaten Lampung Tengah.

Saksi mata mengatakan kejadian bermula dari beredarnya sebuah status bernada ancaman di medsos yang menurut sumber tersebut dibuat oleh siswa sebuah SMP di Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Pihak yang tidak terima dengan ujaran bernada provokatif bermuatan SARA tersebut coba mencari anak yang diyakini membuat status tersebut untuk dimintai pertanggungjawabannya.

Lurah Mulyoa Asri, Prambumi Restu Aji yang ditemui Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Tulangbawang Barat (LPA Tubaba), Elia Sunarto membenarkan adanya insiden tersebut. Tetapi bersama tokoh masyarakat, warga Mulyo Asri dibantu aparat penegak hukum kondisi tersebut segera dapat diatasi.

“Kondisi sudah kondusif, dibantu aparat kepolisian dan TNI keadaan cepat dapat diatasi. Kami juga berkoordinasi dengan Kepala Desa dan Penyimbang Adat dari Gunung Batin,” kata Prambumi Restu Aji.

Tadi pagi dikediaman Prambumi, Ketua LPA Tubaba bertemu Lurah Mulyo Asri dan petugas dari Unit Intel Kodim Lampung Tengah untuk berkoordinasi. Kepada PojokTubaba.com Elia Sunarto menyampaikan apresiasinya terhadap respon cepat dan tanggap yang ditunjukkan aparatur Kelurahan dan warga Mulyo Asri, jajaran kepolisian dari Polres Tulang Bawang, Polsek Tulang Bawang Tengah, Pospol Mulyo Asri, TNI AD dan TNI AU dari Lanud Pangeran M. Bun Yamin – Astra Ksetra Tulang Bawang yang telah berkoordinasi dengan baik.

Dari penelusuran LPA Tubaba berkoordinasi dengan pihak sekolah, Lurah Mulyo Asri dan aparat kepolisian yang masih berjaga-jaga disana didapat informasi dugaan adanya akun palsu yang digunakan untuk melakukan provokasi warga agar terjadi chaos di Mulyo Asri.

“Tadi malam sudah ditemukan ada 2 akun atas nama “Cepto Rodex” satu akun baru punya pertemanan 8 orang yang satu ada sekitar 100-an orang. Bahkan tadi pagi muncul satu akun baru dg DP status yang membuat heboh, padahal ponselnya sudah dimatikan. Kuat dugaan ada pihak yang menjadikan pelaku sebagai pemantik kerusuhan,” ulas Ketua LPA Tubaba.

Terpisah, anggota DPRD Tubaba dari Partai Demokrat, Paisol yang ikut memantau perkembangan kasus ini berkeyakinan ada aktor intelektual yang ingin Tubaba rusuh dengan membenturkan antar suku yang selama ini hidup rukun.

“Ini tugas Tim Cyber Crime yang sudah dibentuk Polda Lampung untuk segera turun tangan, kalau benar ada dugaan akun palsu,” kata Paisol kepada PojokTubaba.com

Lebih lanjut ia berharap, kepolisian bisa bekerjasama dengan LPA Tubaba yang juga berkepentingan terhadap kasus-kasus yang melibatkan anak dibawah umur.

“Ini momen bagus, Kapolsek TBT baru, Polda juga baru membentuk Tim Cyber Crime kenapa tidak koordinasi dengan LPA Tubaba yang juga telah melakukan investigasi di lapangan. Ini kasus berbahaya, mengancam disintegrasi bangsa” ujar Paisol mendorong sinergitas lintas sektoral.

LPA Tubaba hadir untuk kepentingan terbaik anak, dari investigasinya dilapangan diketahui bahwa SK (18 th) masih tercatat sebagai siswa kelas VIII sebuah SMP. SK anak terakhir dari 7 bersaudara, tinggal bersama ibunya janda karena ayahnya sudah lama almarhum. Rekam jejak akademisnya kurang baik, sejak SD sering tinggal kelas.

“Ia anak yang pasif, tidak memiliki catatan kriminal atau nakal. Tidak pernah mengerjakan PR dan sering tidur di kelas, mungkin capai karena kalau malam bantu ibunya jualan di warung. Kalau Dilihat dari statusnya kog kami ragu dia bisa rangkai bahasa tersusun begitu.” terang walikelasnya kepada Ketua LPA Tubaba.

“Dari keterangan yang kami peroleh, kuat dugaan ada pihak yang sengaja menjadikan SK sasaran pemantik kerusuhan. Sumber terpercaya kami juga menyebutkan sebelum muncul status yang menghebohkan tersebut ponsel SK dipinjam seseorang. Saya berharap Tim Cyber Crime bisa mengungkap kasus ini,” pungkas Elia Sunarto. (ES*)

PERSEKUSI NYARIS TERJADI, LPA TUBABA DAN POLISI SIGAP NETRALISIR KEADAAN | Kabar LPA Tubaba


TULANG BAWANG TENGAH, PojokTubaba.com – Aksi anarkis hampir saja terjadi di Kabupaten Tulang Bawang Barat, belasan anak dibawah umur diduga menjadi penggeraknya. Beruntung ada anggota kepolisian dari Polres Tulang Bawang bersama Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Tulang Bawang Barat (LPA Tubaba) sigap bertindak. Peristiwa yang dapat menodai kesucian Bulan Ramadhan 2017 tersebut terjadi di Kecamatan Tulang Bawang Tengah sekira pukul 24:48 WIB Sabtu malam 4 Juni 2017.

Hingga pukul 04:08 WIB jelang sahur Ketua LPA Tubaba, Elia Sunarto dibantu beberapa warga masih melakukan evakuasi terhadap belasan anak-anak yang sembunyi ketakutan, setidaknya ada 3 rumah warga tempat mereka sembunyi yang sebelumnya terpencah dikegelapan kebun karet dan kebun warga. Slamet (34 th), saksi mata yang ikut melakukan evakuasi mengatakan kepada PojokTubaba.com anak-anak sembunyi di 3 tempat, masing-masing 4 sampai 5 anak.

“Mereka tampak ketakutan, kami jemput mereka bergantian. Uniknya tuan rumah tidak ada yang tahu kalau dirumahnya dimasuki anak-anak begitu banyak,” kata Slamet.

Salah seorang warga yang rumahnya digunakan untuk sembunyi mengatakan dirinya tidak tahu kapan anak-anak tersebut masuk, sebab setahu mereka ketika anaknya pulang tadarus tidak bersama rekannya.

“Ternyata mereka masuk lewat pintu belakang, pintu dibuka anak saya yang masuk dari pintu depan. Tadi memang Pak Elia bersama salah seorang warga kesini sampai 3x yang terakhir Beliau minta saya periksa gudang. Nah benar mereka sembunyi disana” ungkap warga yang keberatan namanya disebut.

Ketua LPA Tubaba yang diconfirm melalui ponselnya membenarkan ada peristiwa tersebut, beruntung belum terjadi hal yang lebih fatal katanya.

“Saya terima laporan tepat pukul 01.03 WIB langsung dari 2 orang ibu-ibu yang cemas anaknya dicari polisi. ,” kata Elia Sunarto diujung telepon.

Awalnya, lanjut Elia, sempat terjadi salah persepsi para orang tua anak-anak tersebut terhadap perwira polisi yang dianggap telah melakukan tindak kekerasan terhadap anak, sehingga menyebabkan Dim, Tp, St, Akb, Bn, Sy, Ras, Bim, Fah, Faj, Yaz, Sai dan Aks ketakutan dan trauma, bahkan turut keterangan salah satu orang tua korban, telinga anaknya masih berdenging. Esoknya, LPA Tubaba menggelar pertemuan anak-anak beserta sebagian orang tua mereka untuk menggali informasi.

Dari pengakuan mereka terungkap tujuannya bukan mau mengganggu kediaman polisi yang kini bertugas di Polres Tulang Bawang tersebut, karena sebenarnya sasaran mereka adalah rumah sebelahnya. Diketahui anak-anak tersebut bersengketa dengan U (35th) warga setempat yang belakangan diketahui memiliki gangguan kejiwaan.

“Kami tersinggung dengan ulah U, selain sering Ia juga kerap meludahi wajah anak-anak, jadi kami geram,” tutur salah seorang anak.

Malam sebelum peristiwa terjadi, sekira pukul 12:38 WIB Ketua LPA Tubaba sempat curiga dengan mereka. Saat itu dalam perjalanan pulang dari outrecht korban tindak kekerasan di Tirta Kencana. Ditempat kejadian tampak kumpul banyak anak-anak. Hal itu sempat ditegur Ketua LPA Tubaba.

Usai kejadian, polisi yang baru pulang tugas dari Mapolres Tulang Bawang itu didepan rumah temukan sejumlah benda menyurigakan; ada batu dan kayu. Dari keterangan anaknya dikatakan barusan ada kegaduhan diluar sejumlah orang tampak melempar batu. Mendapat laporan tersebutKemudian yang bersangkutan kembali keluar rumah control, tak jauh dari rumahnya tampak tak kurang dari 30-an anak tengah malam bergerombol. Melihat ada polisi datang mereka kabur beberapa sempat tertangkap tapi berhasil melarikan diri, sempat terjadi aksi kejar kejaran. Hingga kejadian tersebut menimbulkan ketakutan mereka.

Setelah siangnya (Minggu, 4/5/2017) LPA Tubaba menggelar pertemuan dengan 13 anak yang diduga sebagai penggerak dengan didampingi orang tuanya masing diputuskan malamnya didampingi Ketua LPA Tubaba, beberapa orang perwakilan orang tua anak-anak mendatangi rumah polisi tersebut untuk klarifikasi dan saling memaafkan. Kepada LPA Tubaba, petugas kepolisian tersebut mengakui telah melakukan pengejaran karena ia khawatir aksi yang meresahkan warga tersebut ada aktor yang menggerakkan.

Dengan pertemuan tersebut LPA Tubaba berharap mereka yang tadinya sempat salah paham bisa saling memaafkan dan secara psikis anak-anak tidak lagi merasa tertekan, ketakutan. (*ES)

LPA Desak Polisi Tangkap Penganiaya Anak Dibawah Umur | Kabar LPA Tubaba


SP korban KDRT AS, TBT 12 April 2016.TULANG BAWANG TENGAH (Komunitas Pojok Tubaba) – Kabar dibebaskannya pelaku KDRT dan kekerasan terhadap anak, Agus Sanjaya bin Basri (22th) oleh Polsek Tulangbawang Tengah mengundang tanda tanya dan menuai kecaman banyak pihak, tak terkecuali Wakil Ketua I DPRD setempat, Yantoni.

Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Tulangbawang Barat (LPA Tubaba) pun bergegas terjun ke lapangan. Pagi sekira pukul 08:00 waktu setempat, Ketua LPA Tubaba, Elia Sunarto sudah tampak di rumah orang tua korban, sebelumnya LPA sempat koordinasi dengan kepalo tiyuh setempat.

“Ya kasus ini menjadi perhatian serius LPA, apalagi terjadi disini, Kecamatan Tulang Bawang Tengah sesuai catatan kasus yang ada pada kami menduduki rangking tertinggi,” kata Elia sunarto kepada media, Rabu (13/04/2016).

Kepada LPA Rosidah (48 th) ibu korban didampingi adiknya Thamrin dan anak lelakinya Ridwan menceritakan penderitaan yang dialami kedua anaknya. Pelaku adalah Agus Sanjaya bin Basri (22 th) warga Tiyuh Bandar Dewa Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Sedang korban adalah dua orang anaknya; SR (24 th, istri pelaku) korban KDRT dan SM (17 th, adik ipar pelaku) pelajar kelas X sebuah SLTA yang menjadi korban kekerasan terhadap anak. Peristiwa terjadi pada Minggu, 27/03/2016. Tersangka sekarang bebas, padahal yang bersangkutan sempat ditahan di Mapolsek Tulang Bawang Tengah.

Sebelumnya pelaku dilaporkan oleh ibu mertuanya  ke Polsek setempat pada Senin, 28/03/2016. Berdasarkan bukti pengaduan atau laporan polisi No. LP/B-150/III/2016/POLDA-LPG/RES-TUBA/SEK-TENGAH tertanggal  28 Maret 2016, muncul surat perintah penangkapan Nomor : SP.Kap/26/III/2016/Reskrim. Aneh, baru 4 hari ditahan di Mapolsek, kini masyarakat melihat tersangka sudah bisa menghirup udara segar bebas. Pihak Polsek berdalih kebebasannya dilakukan oleh keluarganya.

Menurut Rosidah, ibu kedua korban yang juga adalah mertua pelaku, menantunya ini dikenal temperamental, suka memperlakukan tidak manusiawi terhadap SR, istrinya yang masih kakak kandung SM warga Tiyuh Panaragan RK 02 RT 002 Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Berkali-kali istrinya mengalami penyiksaan fisik selama perkawinananya dengan tersangka.

“Anak saya (SR, istri pelaku) pernah disiram air panas, hingga kini bekas luka melepuh disekujur tubuh korban masih membekas ditubuh, “ kata Rosidah saat menuturkan peristiwa penganiayaan yang dialami kedua anaknya kepada Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Tulangbawang Barat. Ia menyerahkan pendampingan kasus kedua anaknya kepada LPA Tubaba.

Puncak peristiwa terjadi pada Minggu  (27/03/2016) lalu sekira pukul 10:30 WIB dimana saat tersebut ibu korban sedang menghadiri resepsi pernikahan putri kerabatnya, Sukir di Tiyuh Panaragan. Tak selang lama ia dijemput seorang anak kecil yang diketahui masih anak tetangga korban.

“Nyaik sekarang pulang, karena bibi SM sudah tergeletak dilantai. Rumah Nyaik juga hancur, pintu dan jendelanya jebol,” kata Rosidah janda beranak 12 ini menirukan perkataan anak yang menjemputnya.

Dengan bergegas ia pulang, betap terkejutnya ia mendapati rumahnya hancur, Anaknya SM masih tergeletak di lantai dengan luka memar diseluruh wajah karena dipukul oleh Agus dan ada benjol di bagian dahi atas sebelah kiri. Kedua putrinya sempat sulit bernafas karena diduga ada tulang rusuknya terkulir akibat diinjak kaki tersangka. Hari itu juga ia bawa salah satu korban melapor ke Mapolsek terdekat.

Mendengar kasak-kusuk warga soal bebasnya tersangka, Rosidah datangi kembali Polsek untuk membuktikan kabar itu. Betapa terkejutnya Rosidah saat mendapat jawaban dari seorang petugas yang ada disana. Tersangka telah dibebaskan oleh pihak keluarga dan juga orang yang dianiaya tersangka itu masih dibawah umur.

“Memang pelaku tidak bisa dihukum, ibu gak usah takut karena proses ini sudah di pengadilan dan bila ada kendala dikemudian hari kami akan bertanggung jawab,” kata Rosidah menirukan kata-kata yang diucapkan seorang petugas yng tidak diketahui namanya. Bahkan anggota itu sempat menyarankan agar korban dan pelaku bisa berdamai secara kekeluargaan.

“Saya tidak mau berdamai, saya ingin anak saya bercerai saja. Sebab selama ini anak (istri pelaku) dan cucu memang saya yang mengurus segala kebutuhannya. Pokoknya saya akan tuntut pihak Polsek ini kalau perlu massa Tiyuh Panaragan dan keluarga besar saya akan ramai-ramai mendatangi Mapolsek ini, kenapa pelaku bisa dibebaskan begitu saja mana keadilan yang ditegakkan polisi, “ papar Rosidh tegas mengancam.

Sementara itu Kaposek Tulang Bawang Tengah, Kompol Paisolsyah SH dikutip dari Trans Lampung mengatakan hingga saat ini dirinya belum mengetahui jika pihaknya telah melakukan penangkapan terhadap pelaku.

“Saya belum tahu jika ada penangkapan. Coba diconfirm dulu dengan kanit ya…” elak Kapolsek Paisolsyah melalui ponselnya saat diconfirm wartawan Trans Lampung, Senin (11/04) kemarin.

Ketua LPA Tubaba yang ingin bertemu dengan Brigpol A. Sipayung gagal, ybs beralasan sedang berada di Kejaksaan Menggala, Rabu (13/04). Tetapi kepada Ketua LPA Tubaba melalui ponselnya ia berjanji nanti jika sudah kembali ke kantor akan segera mengabari. Hingga berita ini terbit, ybs belum menghubungi pihak LPA sebagai pendamping korban.

Elia Sunarto pastikan lembaganya akan mendampingi kedua korban dan akan kawal kasus ini hingga pelaku diganjar hukuman akibat perbuatannya. (ES).

Aksi Bocah Bersepatu Roda Warnai Taman Bermain |Komunitas Pojok Tulangbawang Barat


TULANG BAWANG TENGAH (Kedai Pena) — Ada hal baru yang menarik perhatian pengunjung di area bermain anak-anak, tepatnya di Taman Rekreasi keluarga yang ada di pojok Lapangan Merdeka Kelurahan Panaragan Jaya Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba).

4

3

2

Diantara pengunjung yang banyak didominasi anak-anak tersebut tampak mengelompok beberapa anak menyaksikan sepasang bocah asyik beratraksi bermain sepatu roda diarea jalan ditepi taman. Mereka, M. Nafidz Aulia Avicenna Madani,  pelajar kelas III SD Islam Al-Furqon dan  M. Naufal Aulia Farras Ghifara, (4th) salah seorang pelajar dari Yayasan Pondok Pesantren Darul Ulum, Panaragan Jaya tampak semakin asyik kejar-kejaran.

5

6

Dua anak kecil tersebut bersama beberapa rekannya tampak masih didampingi orang tuanya begitu gembira memainkan olahraga yang terbilang baru di daerah ini.

“Anak saya baru satu bulan saya belikan sepatu, selama ini latihannya cuma dirumah saja. Maklum masih harus diawasi,” kata Aris Nugroho, ayah Avicenna kepada Gerbang Sumatera News, Minggu (21/2/2016).

7

8

9

Aris menjelaskan sebagai orang tua ia mendukung kegiatan anaknya tersebut karena kegiatan ini mengandung unsur permainan (rekreasi ; red) sekaligus olahraga. Ia ingin mengajak dan memberi kegiatan positif buat anak-anaknya ditengah maraknya permainan PS (Play Station) dan game online.

“Baru tadi saya bawa ke taman ini karena ada temannya yang mengajak bersepatu rod disini. Ya biar gak bosen dan sekaligus berharap bakal ada peminat baru, biar sepatu roda ini bisa berkembang di Tubaba, sayang tempatnya belum ada disini masih banyak kendaraan besar lalu lalang, buat kami khawatir” papar aktivis ormas Muhammadiyah ini.

10

sepatu roda

Ia berharap Pemerintah Daerah lebih banyak mendirikan area-area bermain buat anak yang murah, aman dan nyaman. Sesuai konsep Kabupaten Layak Anak seperti yang sudah banyak dikembangkan di Daerah Istimewa Jogyakarta, Surakarta maupun kota-kota besar di Indonesia.

“Saya denger kita sudah memiliki Gugus Tugas Kabupaten Layak Anak Tulangbawang Barat 2015-2020, kog belum didengar ada sosialisasinya ya, lalu kapan lounchingnya program Tulangbawang Barat Kabupaten Layak Anak disini?” tanya Aris (*ES).

 

Darah (Kembali) Mengalir di Lahan Konflik Register 44 Tubaba | Pojok Berita


Sabtu, 12 Maret 2016

Pukul  12:19 WIB

GUNUNG TERANG (Komunitas Pojok Tulangbawang Barat) — Lahan register kembali membara, darah dan tangis mengalir dilahan yang disebut “Tak Bertuan” ini. Tiga orang dikabarkan tewas, empat rumah dan enam kendaraan bermotor roda dua hangus dibakar massa. Peristiwa yang terjadi pada Jumat (11/03/2016) sekitar 12.30 WIB, diduga dipicu masalah ‘setoran’ bagi hasil pengelolaan lahan Register 44 di Kecamatan Gunung Terang Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba).

warga bergerak tuntut balas 3 rekannya jadi korban aksi Irawan cs. Kerusuhan Reg 44 Gunung Terang-Tubaba (11-03-2016)

Kapolsek Gunung Agung, AKP Sobari turun langsung ke TKP kerusuhan Register 44 Gunung Terang, Tubaba (11-03-2016)

3 tewas korban aksi Irawan cs, konflik Register 44 Gunung Terang-Tubaba (11-03-2016)

aksi bakar warga tuntut balas 3 rekannya jadi korban aksi Irawan cs. Kerusuhan Reg 44 Gunung Terang-Tubaba (11-03-2016)

Kejadian bermula saat kelompok pimpinan Irawan mendatangi dan menyandera warga yang diduga selama ini menggarap lahan register. Penyanderaan dilakukan di Posko Terang Sakti kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) Kecamatan Gunung Terang Kabupaten Tubaba yang selama ini sering dipersengketakan. Diduga, di posko tersebut terjadi perselisihan diantara mereka yang mengakibatkan tiga orang tewas.

Kapolsek Gunung Agung, AKP. Sobari begitu menerima laporan segera bergerak pimpin langsung anggota turun ke TKP.  Rombongan tiba di lokasi (Posko Terang Sakti ; red) sekitar pukul 13.30 WIB dan mendapati tiga mayat tergeletak dengan luka bacok serta luka tembak di kepala.

Kabar tewasnya tiga warga menyebar tak terbendung, sekitar 300-an orang bergerak ke kampung perbatasan yang diduga adalah tempat tinggal kelompok pelaku. Dengan bersenjatakan berbagai senjata tajam dan senapan angin warga mencari Irawan cs yang telah menewaskan rekannya. Mereka swipping rumah warga, selain menyandera kerabat Irawan, 4 rumah dilaporkan ludes dibakar, massa juga membakar 6 unit kendaraan roda dua.

“Warga geram dan tidak terima atas tewasnya rekan-rekan mereka. Ini puncak amarah warga atas penindasan yang mereka alami selama ini,” kata warga yang enggan disebut namanya.

Pergerakan massa pencari Irawan itu menimbulkan keresahan warga setempat, mereka memilih mengungsi untuk hindari konflik meluas. Untuk menjaga situasi dan keamanan, kini tampak puluhan aparat kepolisian dan tentara berjaga di sana.

Kapolda Lampung Brigjen Pol Ike Edwin didampingi Kapolres Tulang Bawang AKBP Agus Wibowo usai salat Jum’at langsung meninjau lokasi. Di Mapolsek Gunung Agung, Jumat (11/3/2016) sekitar pukul 23.00 usai meninjau lokasi kejadian Kapolda Lampung mengatakan korban tewas akibat peristiwa tersebut sebanyak tiga orang. Ketiganya merupakan warga penggarap hutan Register 44 Gunung Terang. Menurut Brigjen Pol Ike Edwin, ketiga korban tewas akibat luka tembak dan luka bacok yang diduga dilakukan kelompok Irawan Cs. Para pelaku memalak warga dengan dalih sewa lahan.

“Pemicunya kelompok Irawan Cs ini melakukan pemalakan. Jadi jangan dikait-kaitkan dengan hal-hal yang lain,” tandas Kapolda Lampung.

Korban tewas adalah I Wayan Sukarta, I Ketut Sartono alias Anggi dan satu korban belum diketahui Identitasnya. Sedangkan dua korban lainnya dalam kondisi kritis yakni Bagong dan Ade Riski. Kelima korban ini mengalami luka tembak dan bacok.

Bentrok yang mengakibatkan tiga warga tewas tersebut dipicu perselisihan ‘setoran’ uang keamanan menanam singkong di kawasan HTI yang lokasinya berbatasan dengan Kabupaten Way Kanan. Kontributor Gerbang Sumatera News di lapangan menyebut, setiap kampung disana dikenakan upeti ‘wajib’ setor uang keamanan senilai puluhan juta rupiah.

“Mereka minta hingga Rp. 5 juta/Ha/Tahun. Bahkan ada yang diminta Rp. 60-an juta per tahun,” terang satu sumber yang keberatan namanya dikorankan.

Resah dijadikan sapi perahan, maka timbulah perselisihan antara warga dan kelompok tersebut sehingga jatuh korban. Mengetahui adanya korban yang tewas, kerabat serta saudara dan masyarakat tidak terima atas kejadian tersebut.

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) setempat khawatirkan kondisi anak-anak dipengungsian, Komisioner LPA Tubaba, Erwin Aris Bachtiar mengatakan warga sudah berinisiatif mengamankan diri.

“Konflik tidak terjadi diperkampungan penduduk. Tetapi untuk keamanan, warga sipil belum diperkenankan mendekati wilayah yng berpotensi konflik,” terang Erwin Aris Bachtiar kepada Gerbang Sumater News, Sabtu (12/03/2016).

Hal tersebut diamini Sukardi, Ketua Komisi A DPRD Tubaba. Warga sipil belum diperkenankan mendekati wilayah potensi konflik. Diujung ponselnya ia juga mengatakan dirinya belum bisa membangun komunikasi dengan aparatur tiyuh di lapangan.

“Mungkin kondisi situasional ya, mereka butuh pengamanan atau gangguan sinyal. Saya belum bisa kontak-kontak rekan disana. Satu hal lagi untuk diketahui publik, itukan lahan register jadi kewenangannya ada pada Pusat, ini untuk dipahami saja,” terang Sukardi pada Gerbang Sumatera News, Sabtu (12/03/2016).

Sarmin salah seorang anggota DPRD setempat yang kebetulan kediamannya tak jauh dari lokasi kejadian juga tidak bisa dihubungi, termasuk Camat Gunung Terang, Sudiyana ponselnya mati.

Bupati Tubaba Umar Ahmad sangat menyesalkan terjadinya bentrok yang sampai menelan korban jiwa di wilayahnya tersebut. Wakil Bupati Tubaba Fauzi Hasan dan Sekretaris Kabupaten Herwan Sahri meminta pihak keluarga kedua belah pihak yang bentrok di kawasan hutan register 44 Gunung Terang dapat menahan diri.

“Serahkanlah kasus ini dengan pihak kepolisian. Janganlah lakukan hal-hal yang merugikan dan juga jangan mudah terpancing dengan isu-isu yang menyesatkat,” ujar Wakil bupati, saat mendampingi Kapolda Lampung Brigjend. Pol. Ike Edwin di Mapolsek Gunung Terang, Jumat (11/3/2016) sekitar pukul 22.30.

Kondisi di lokasi bentrok yang semula mencekam kini berangsur kondisif. Seribuan warga yang awalnya berkumpul telah membubarkan diri setelah Kapolda Lampung dan Kapolres Tulang Bawang datang ke lokasi menenangkan warga. Meskipun demikian, penjagaan ketat masih dilakukan disekitar kawasan register 44.

Bahkan, diperbatasan Tubaba – Waykanan tepatnya di dusun Asem juga dilakukan penjagaan ketat yang dipimpin langsung Kapolres Way Kanan. Penjagaan ini dilakukan untuk menjaga kemungkinan masuknya warga dari luar daerah.

Atas kejadian tersebut, Umar Ahmad menghimbau kepada semua pihak agar jangan sampai menyebarkan berita bahwa kejadian tersebut adalah perang antar suku. Ia menegaskan, bahwa kejadian tersebut adalah murni aksi tindak kriminal. “Ini bukan bentrok antara suku A dengan suku B. ini murni tindak kriminal,” tegas Umar Ahmad. (Fik/ES).