Arsip Tag: DPRD

KONVENSI HAK ANAK (KHA)


gb anak

Apakah Konvensi Hak Anak (KHA) ?

• Perjanjian internasional yang memberikan pengakuan serta menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak. (konvensi = pakta, perjanjian)
• KHA disetujui dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989.

Apakah KHA mengikat ?

• KHA bersifat mengikat terhadap Negara-Negara yang telah menandatangani atau meratifikasinya
• Indonesia meratifikasi KHA melalui Keppres No. 36/1990 tertanggal 25 Agustus 1990.
• Indonesia terikat pada ketentuan-ketentuan KHA terhitung sejak 5 Oktober 1990.

Bagaimana Struktur KHA ?

KHA dibagi menjadi 4 (empat) bagian :

• Mukadimah: memberikan konteks/ latar belakang Konvensi.
• Bagian I: berisi pengakuan atas hak-hak anak dan jaminan atas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak anak.
• Bagian II: mengatur bagaimana hak anak dilaksanakan dan dipantau.
• Bagian III: mengatur kapan KHA mulai berlaku bagi Negara (atau Negara-Negara)

Isi KHA (Bagian I)

KHA dibagi menjadi 8 cluster/ kelompok:

  1. Langkah-langkah implementasi umum
  2. Prinsip-prinsip umum
  3. Definisi anak
  4. Hak & kebebasan sipil
  5. Lingkungan keluarga & pengasuhan pengganti
  6. Kesehatan & kesejahteraan dasar
  7. Pendidikan, waktu luang & kegiatan budaya
  8. Langkah-langkah perlindungan khusus.

Langkah2 perlindungan khusus :

A. Pengungsi anak & anak dlm situasi konflik bersenjata.
B. Anak yang berkonflik dgn hukum.
C. Anak dlm situasi eksploitasi & kekerasan:
– Eksploitasi ekonomi,
– Penyalah-gunaan narkoba,
– Eksploitasi & kekerasan seksual,
– Penculikan, penjualan & perdagangan anak,
– Eksploitasi dlm bentuk lainnya.
D. Anak dari kelompok minoritas dan masyarakat adat terasing.

Definisi “anak”

• Anak: “setiap manusia” yang belum berumur 18 tahun.
• “Setiap manusia” berarti tidak boleh ada pembeda-bedaan atas dasar apapun, termasuk atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan lainnya, kebangsaan, asal-usul etnik atau sosial, kekayaan, cacat atau tidak, status kelahiran ataupun status lainnya, baik pada diri si anak maupun pada orangtuanya.

Prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak

  1. Non-diskriminasi (= prinsip universalitas HAM)
  2. Hak hidup, kelangsungan hidup & perkembangan (= prinsip indivisibilitas HAM)
  3. Kepentingan terbaik bagi anak
  4. Partisipasi anak

Hak-hak Anak :

  1. Hak & kebebasan sipil.
  2. Hak atas lingkungan keluarga.
  3. Hak atas kesehatan & kesejahteraan dasar.
  4. Hak atas pendidikan, waktu luang & kegiatan budaya.
  5. Hak atas perlindungan khusus.

A. Hak & kebebasan sipil
Setiap anak memiliki hak & kebebasan sipil sebagaimana orang dewasa, misalnya:

– Hak untuk memiliki identitas dan kewarganegaraan;
– Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama;
– Hak atas kebebasan berekspresi/ menyampaikan pendapat;
– Dll.

Namun anak tidak mempunyai hak politik:

– Hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilu;
– Hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

B. Hak atas lingkungan keluarga

• Merupakan hak asasi khusus untuk anak. Orang dewasa tidak mempunyai hak ini.
• Berarti bahwa anak mempunyai hak untuk diasuh oleh orangtuanya.
• Jika orangtua tidak ada atau tidak mampu mengasuh, anak berhak mendapatkan keluarga/pengasuh pengganti.
• Hak atas lingkungan keluarga meliputi juga hak anak untuk dilindungi dari segala bentuk tindak kekerasan (fisik, mental, seksual, dan penelantaran/pengabaian) oleh orangtua atau wali anak.
• Jika anak mengalami tindak kekerasan dan pengabaian, maka Negara wajib memberikan perlindungan kepada anak, kalau perlu dengan mencabut kuasa asuh orangtua/wali, dan pada tingkat yang serius, menghukum orangtua/ wali.

C. Hak atas kesehatan & kesejahteraan dasar

• Anak mempunyai hak atas standar kesehatan tertinggi yang bisa diberikan, meliputi misalnya:
– Pencegahan penyakit, kurang gizi dan pengurangan angka kematian bayi;
– Layanan kesehatan;
– Termasuk asuransi kesehatan.
• Anak cacat berhak atas layanan kesehatan khusus agar mereka bisa mempersamakan diri dengan anak-anak yang tidak cacat.

D. Hak atas pendidikan, waktu luang & kegiatan budaya
• Hak atas pendidikan, terutama pendidikan dasar.
• Hak untuk beristirahat, mempunyai waktu luang untuk bermain dan berekreasi.
• Hak untuk terlibat aktif dalam kegiatan budaya didalam masyarakatnya.
E. Hak atas perlindungan khusus
Untuk kelompok anak tertentu:
– Pengungsi anak;
– Anak yang berkonflik dgn hukum;
– Anak dari kelompok minoritas atau masyarakat adat terasing.

Untuk semua anak:
– Dalam situasi perang/sengketa bersenjata.;
– Dari eksploitasi ekonomi.
– Dari penyalah-gunaan narkoba.
– Dari eksploitasi & kekerasan seksual.
– Dari penjualan, penculikan dan perdagangan anak.
– Dari eksploitasi dalam bentuk lainnya.

Siapa yang memenuhi hak anak ?
• Orangtua/wali bertanggungjawab untuk memenuhi hak anak.
• Negara (Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah, DPR termasuk DPRD, dan Mahkamah Agung/pengadilan) berkewajiban memenuhi, melindungi dan menghormati hak anak).

Bagaimana kewajiban Negara Melaksanakan ?

  1. Pemerintah membuat program, misalnya:
    – Penerbitan akta kelahiran gratis bagi anak;
    – Pendidikan tentang cara pengasuhan tanpa kekerasan kepada orangtua dan guru;
    – Layanan kesehatan untuk anak;
    – Meningkatkan anggaran pendidikan dasar dan menggratiskan biaya pendidikan dasar.
  2. DPR/ DPRD membuat UU/ Perda untuk melindungi anak dari tindak kekerasan dan eksploitasi, mengancam pelaku dengan ancaman hukuman à efek jera.

  3. Jajaran penegak hukum (polisi, jaksa) dan penegak keadilan (hakim) memproses setiap pelanggaran hak anak dengan tegas, tanpa pandang bulu, dan memberi sanksi yg setimpal dengan pelanggaran yang dilakukan.

Norma-norma hak anak dalam perundangan nasional

Yang terpenting diantaranya:

• UUD 1945 hasil amandemen
• UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai perubahan atau pengganti Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak.
• UU No. 39/1999 ttg Hak Asasi Manusia
• UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

DIPERTANYAKAN KESERIUSAN POLISI UNGKAP PROSTITUSI ANAK DIBAWAH UMUR


prostitusi cilik

SAHABAT ANAK | Panaragan – Pemberitaan disejumlah media cetak maupun elektronik baik nasional maupun lokal yang ramai mengangkat seputar prostitusi online yang melibatkan anak dibawah umur telah menimbulkan keresahan dikalangan orang tua. Apalagi ditemukan diantara pelakunya adalah pelajar dan hal ini menjadi trending topic di sosial media.

Bagaimana dengan Kabupaten Tulang Bawang Barat, apakah perilaku menyimpang ini juga terjadi? Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Tulang Bawang Barat beberapa waktu lalu sudah menemukan gejala tersebut dan mengembangkannya dalam bentuk investigasi.

Sejumlah nama didapat disebut-sebut terlibat dalam bisnis esek-esek ini. Mereka diduga ada yang berperan sebagai mucikari, korban yang diperdagangkan dan pria hidung belang sebagai pelanggan. Peristiwa ditemukan di Tiyuh Tirta Makmur Kecamatan Tulang Bawang Tengah.

“Temuan ini pernah kita rapatkan bersama perangkat tiyuh setempat, hadir Juru Tulis Tiyuh Tirta Makmur, Kepala Suku/RK, keamanan setempat termasuk lelaki hidung belang yang terlibat kasus ini dan keluarga korban serta para saksi. Tetapi sepertinya pihak tiyuh beritikat menutup kasus ini. Hingga kami kesulitan untuk berkoordinasi dengan mereka.” keluh Elia Sunarto Ketua LPA Tubaba.

Bersamaan dengan pengungkapan kasus itu LPA Tubaba juga menerima laporan peristiwa persetubuhan dengan anak dibawah umur yang melibatkan warga Tiyuh Mulya Jaya dan Tiyuh Pulung Kencana kedua tiyuh ini masih di Kecamatan Tulang Bawang Tengah.

Dari hasil pengembangan dengan bekerjasama dengan pihak sekolah diketahui bahwa peristiwa terjadi diman seorang pelajar kelas VIII sebuah SMPN menjual kaka kelasnya, Mt (15th) pelajar kelas IX sekolah yang sama. Dalam keterangan korban dan pelaku ‘mucikari cilik’ disebut Bgr warga Tiyuh Mulya Jaya telah menjual anak dibawah umur kepada pria lain yang disebut bernama Aziz warga Tiyuh Kagungan Ratu Kecamatan Tulang Bawang Udik.

Kejadian ini sudah dilaporkan kepada pihak Unit PPA Polres Tulang Bawang tetapi masih jalan ditempat. LPA sesalkan kurang sigapnya aparat kepolisian menyidik kasus-kasus pelanggaran hak anak. Padahal kasus ini sudah menjadi perhatian setidaknya 2 wakil rakyat, yaitu Wakil Ketua I DRPRD setempat Yantoni dan Ketua Komisi A DPRD Tulang Bawang Barat, Paisol SH.

“Saya kurang tahu, apakah karena kasus yang melibatkan anak itu tidak ada uangnya, sehingga perkara pelanggaran ini dibiarkan.” kata Elia. (ES)

PELAJAR SD DISEKAP, DIIKAT, DIPERTONTONKAN DAN DISANDERA WUJUD PERLAKUAN SALAH ORANG TUA TERHADAP ANAK.


kekerasan pada anak

SAHABAT ANAK | Tumijajar — Ternyata peristiwa penyekapan atau penyanderaan disertai pengikatan di tiang garasi yang dialami seorang pelajar SD kelas VI disalah satu tiyuh (kampung) yang ada di Kecamatan Tumijajar murni kesalahpahaman ini dibuktikan dengan adanya surat perjanjian damai antara kedua orang tua anak yang kini ada ditangan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Tulang Bawang Barat. LPA kecam ini sebagai tindakan barbar, bentuk PERLAKUAN SALAH ORANG TUA TERHADAP ANAK.

Adalah Mb, ayah dari DS (9th, pelajar kelas III SD) menurut keterangan pihak sekolah, pada Sabtu (4/4) lalu sempat mendatangi sekolah tempat putranya menimba ilmu. Ia datang dengan emosi mencari NA (12th) pelajar kelas VI disekolah tersebut. Mb berang dan tidak terima mendengar putranya ‘ditegek’ oleh kakak kelasnya.

Mb dengan emosi tinggi dan berteriak-teriak di teras sekolah. Ruslan, seorang guru wali kelas VI berusaha menenangkan dan membujuknya masuk ruang guru dan mengajaknya menyelesaikan permasalahan dengan baik.

“Kami sempet sampaikan kepada ybs, bahwa disekolah ini orang tua murid adalah kami para guru, terutama saya karena wali kelas enam dalam masalah ini Pak, “ terang Ruslan, S. Pd kepada Elia Sunarto, Ketua LPA Tubaba, saat LPA menyambangi sekolah tersebut Jum’at (24/4) lalu.

Hari itu kami sempat pertemukan Mb dengan 3 siswa kami yang disebut-sebut ikut terlibat dipermasalahan ini, lanjut Ruslan. Kesimpulan hari itu anak-anak diminta memulangkan uang yang diterima, baik yang diberi atau hasil meminta.

Tetapi apa yang terjadi pada hari berikutnya, Senin (6/4) N yang hari itu datang kerumah orang tua DS atas saran wali kelasnya dan diantar 5 rekannya untuk tujuan minta maaf dan memulangkan uang Rp. 50.000,- yang ia terima justru ditangkap dan diikat dengan tali disalah satu tiang garasi mobil oleh Rs (46th) ibu dari DS, masih menggunakan baju sergam SD N menangis jadi tontonan warga.

Selain menyekap dengan diikat demikian, N juga disandera karena tidak akan dilepas sebelum dijemput orang tuanya. Tindakan Rs tersebut sangat disayangkan oleh ketua Lembaga Perlindungan Anak setempat.

“Apa yang dilakukan Rs ini murni merupakan tindak perlakuan salah terhadap anak. Pertama; perlakuan salah terhadap anaknya sendiri, menurut keterangan yang berhasil dihimpun LPA. Keluarga Mb ini bila anaknya minta uang disuruh ambil sendiri, padahal anak tersebut baru kelas III SD.

Kedua; perlakuan salah terhadap anak yang ia terapkan kepada N yang notabenenya bukan darah dagingnya sendiri. N disekap dengan diikat ditiang garasi rumah dan disandera. LPA bilang ini perbuatan telegas.” sebut Elia rada emosi. Tak seharusnya N diperlakukanseperti hal itu, tak pantas dilakukan orang tua.

Sejumlah pihak beralasan masalah ini sudah selesai karena sudah ada perjanjian damai. Tetapi pihak LPA berkilah perjanjian tersebut tidak serta merta menghentikan tindakan pemenuhan hak anak.

“Dalam perjanjian damai yang dibuat itu saya tidak melihat ada tindak pembelaan atas hak anak, perlindungan anaknya lemah. Kalaupun orang tua N bisa menerima dikhawatirkan dalam tekanan. Atau sebaliknya selaku orang tua dia tak mampu melindungi anak. Hak asuhnya bisa dicabut negara,” terang Elia Sunarto.

Elia sendiri rasakan ada upaya melemahkan peran LPA disini. Sangat jelas komitmen dan partisipasi orang tua, masyarakat dan pemerintah masih lemah terhadap pemenuhan hak dan perlindungan anak. (ES)

Antisipasi Tindak kekerasan Perempuan dan Anak, P2TP2A Gelar Rapat


Pengurus P2TP2A Tubaba pose bersama usai rapat dikantor LPA Tubaba, Kamis 23 April 2015

SAHABAT ANAK|Panaragan Jaya – Dalam upaya peningkatan pelayanan kasus tindak kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kamis (23/4) kemarin menggelar pertemuan. Rapat berlangsung di Kantor Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tubaba, Jl Jendral Sudirman Candra Mukti Kecamatan Tulang Bawang Tengah dipimpin Ketua Umum P2TP2A Tubaba, Ny. Devi Fauzi istri Wakil Bupati Tulang Bawang Barat.

Hadir sejumlah pengurus P2TP2A, dari unsur pemerintah/SKPD terkait, seperti ; BPPKB, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kampung/Kelurahan (BPMPK), Unit PPA Polres Tuba, PN Menggala, Kejaksaan Negeri Menggala, Kantor Kementerian Agama Tubaba dan LPA Tubaba.

Ny. Devi Fauzi dalam pengarahannya minta pengurus P2TP2A dapat bersinergi baik personal maupun kelembagaan untuk peningkatan pelayanan kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Tubaba. Ia terkejut mendengar paparan Ketua LPA Tubaba yang juga adalah Ketua II P2TP2A Tubaba, Elia Sunarto bahwa berdasarkan data yang ditangani LPA kasus-kasus pelanggaran hak anak di Tubaba cukup tinggi. Elia Sunarto sempat ungkapkan, bahwa penanganan kasus dilapangan selama ini cukup baik, sudah terjadi sinergi lintas sektoral.

“Hanya perlu polesan sedikit untuk ditingkatkan, yang kita perlukan adalah bagaimana penanganan kasus berat dan serius yang membutuhkan rujukan untuk ditangani diluar daerah, semisal ditingkat provinsi karena infrastruktur yang ada di daerah masih belum memadai,” terangnya. Elia Sunarto juga minta pengurus P2TP2A mampu berinisiasi dan mendorong lemahnya komitmen dan partisipasi pemenuhan hak anak dan perlindungan anak dikalangan dunia usaha dan masyarakat.

Kepala BPPKB Tubaba, Reni Dewi Rafia yang juga adalah salah satu penasehat P2TP2A sempat mengungkapkan instansinya mulai menggagas kemungkinan Kabupaten Tulang Bawang Barat menjadi Kabupaten Layak Anak (KLA). Ia juga mengatakan Ibu Ketua Umum P2TP2A tadi sudah instruksikan kepada dirinya agar gugus tugas pelayanan pengaduan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak ini diaktifkan.

Efrizon Anwar dari Kementerian Agama Tubaba mengusulkan agar pertemuan semacam ini bisa menjadi agenda rutin untuk saling koordinasi. Kabid PP pada BPPKB Tubaba, Sri Hartati Ningsih selaku Sekretaris Umum P2TP2A mendampingi Ketua Umum, Ny Devi Fauzi mengatakan saat ini instansinya sudah mengajukan raperda Perlindungan Anak, tahun depan kita berharap Pemkab Tubaba dalam merealisasikan Rumah Aman untuk penanganan kasus-kasus yang melibatkan anak.

“Penguatan kelembagaan, sosialisasi dan pembentukan jejaring seperti forum-forum anak akan menjadi agenda utama kedepan,” pungkasnya. (ES*)

Saksi Korban ‘Mucikari Cilik’ Mangkir Penuhi Panggilan Polres


??????????

SAHABAT ANAK|Panaragan – Unit PPA Polres Tulang Bawang gagal mendapatkan keterangan dari saksi korban kasus ‘Mucikari Cilik’ yang terjadi di Kabupaten Tulang Bawang Barat belum lama ini. Padahal berdasarkan surat dari kepolisian tersebut, saksi korban atas nama Mt (15th) pelajar kelas IX sebuah SMPN di Tulang Bawang Tengah dan bapaknya dipanggil menghadap penyidik Jum’at (17/4) kemarin. Mt mengatakan dirinya tidak bisa memenuhi panggilan polisi karena sedang ujian praktek disekolahnya.

Keluarga korban sendiri menurut Rendi Ardian Hendrik Widigdo pengurus LPA Tubaba, terbilang tidak kooperatif. Padahal kami berharap dapat mendampingi korban dalam proses hukumnya. Papar Rendi usai mendampingi Ketua LPA Tubaba Elia Sunarto koordinasi dengan Unit PPA di Polres Tuba.

“Kondisi ini tidak menguntungkan bagi kepentingan korban, karena masih dibawah umur. Orang tuanya bisa dianggap tidak mampu melindungi sang anak, lebih parah lagi bisa muncul dugaan dibalik kasus ini justru orang tua yang dituduh telah menjual anak dibawah umur,” terang Rendi.

Kasus yang sempat mencoreng wajah pendidikan di Kabupaten Tulang Bawang Barat ini mengemuka setelah terungkap adanya SR (14th), pelajar kelas VIII sebuah SMPN di Tulang Bawang Barat bertindak sebagai mucikari cilik dengan menjual 2 orang anak perempuan dibawah umur Mt (15th) dan DC (15th), salah satunya merupakan kakak kelasnya disekolah yang sama.

Mt dijual Rp 1jt tetapi hanya menerima upah Rp 600rb, sedangkan DC hanya menerima Rp 200rb. DC tidak sempat melakukan hubungan badan tetapi organ intimnya sempat dimasukin tangan Bg, salah satu pria hidung belang yang membawanya.

Menurut keterangan kedua korban, Bg melakukannya tidak sendiri. Bg sempat menjual kembali Mt ke rekannya yang disebut-sebut bernama Aziz warga Tiyuh Kagungan Ratu Kecamatan Tulang Bawang Udik. Hingga saat ini identitas Aziz tidak terungkap, karena Bg bungkam soal itu.

LPA sendiri berharap pihak kepolisian bersungguh-sungguh dalam mengungkap kasus ini. Dari hasil penelusuran LPA Tubaba kepada sejumlah pelajar yang juga didampingi guru BP dan orang tua masing-masing terungkap pergaulan bebas (baca ; seks bebas) sudah menjalar dikalangan pelajar di Tulang Bawang Barat tak terkecuali siswa-siswi SMP. (*)

SMP An-Nur TBT Sosialisasi Hasil Jambore Anak 2015


Penyuluhan Bahaya Narkotika di SMP An-Nur TBT

SAHABAT ANAK | Tulang Bawang Tengah – Dua peserta Jambore Remaja 2015 “Say No To Drug” asal SMP An-Nur Tulang Bawang Tengah ; Septian Panca Wibowo dan Panji Pratama didaulat menjadi narasumber disekolahnya untuk berbagi ilmu kepada rekan-rekannya. Penyuluhan narkoba dan bahayanya tersebut dilaksanakan Senin (13/4) lalu di Masjib besar yang ada di kompleks sekolah itu.

Generasi muda khususnya pelajar merupakan sasaran empuk bagi peredaran narkoba dan zat adiktif berbahaya lainnya karena masa remaja merupakan masa transisi dan maunya mencoba hal-hal yang dianggap baru namun seringkali membahayakan.

Menurut Eko Priyanto, S. Pd kepala SMP An-Nur Tulang Bawang Tengah, penyelenggaraan kegiatan penyuluhan bahaya Narkoba bagi generasi muda khususnya bagi siswa-siswi SMP ini merupakan salah satu upaya dalam memerangi penyalahgunaan narkoba.

“Perang terhadap narkoba perlu terus dilakukan, ini karena masalah narkoba merupakan ancaman serius bagi seluruh warga masyarakat, karena narkoba sudah merambah keseluruh penjuru wilayah Tulang Bawang Barat, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan, dari perguruan tinggi hingga SD, dari masyarakat biasa hingga kalangan pejabat,” ujarnya.

Melalui penyuluhan ini, ia berharap semua siswa untuk memiliki pengetahuan yang benar tentang narkoba dan bahayanya. Dengan harapan semua siswa dapat lebih waspada untuk tidak terjebak dalam penyalahgunaan narkoba dan membantu teman keluar dari penggunaan narkoba.

Pelajar sebagai generasi muda, juga harus lebih aktif untuk sejak dini mengetahui bahaya narkoba baik melalui penyuluhan maupun dengan membaca-baca referensi tentang bahaya narkoba. Banyak faktor yang menjadi penyebab penyalahgunaan narkoba, yang pertama adalah faktor diri yaitu diantaranya adalah rasa keingin tahuan yang besar untuk mencoba, untuk bersenang-senang serta untuk bisa diterima dalam satu komunitas.

Sedangkan, faktor kedua adalah faktor lingkungan, yaitu di antaranya keluarga yang bermasalah, pergaulan yang salam maupun kurangnya aktifitas/menganggur. Terakhir adalah faktor ketersediaan narkoba di lingkungan sekitar.

Saat ini, akses untuk memperoleh narkoba semakin mudah dengan jenis dan harga narkoba yang sangat beragam. Terlebih lagi masih banyak laboratorium gelap produsen narkoba yang belum terungkap.

Ditekankannya, penyuluhan bagi kalangan siswa-siswi, karena penyalahgunaan narkoba di kalangan generasi muda semakin marak. Padahal, efek narkoba dapat merusak kesehatan manusia baik secara fisik, emosi, maupun perilaku pemakainya. Ia juga mengingatkan agar para siswa tidak merokok karena merokok merupakan pintu awal bagi penyalahgunaan narkoba.

“Faktor-faktor tersebutlah yang harus di waspadai,” tutur Septian, siswa SMP An-Nur Tulang Bawang Tengah saat melakukan sosialisasi narkoba.

Untuk diketahui pada 26 Maret lalu, BPPKB Tulang Bawang Barat bersama Lembaga Perlindungan Anak (LPA) setempat telah mengirim 10 pelajar putra-putri dari beberapa SLTP untuk mengikuti Jambore Remaja 2015 yang diselenggarakan oleh P2TP2A ‘Lamban Indoman Putri’ Provinsi Lampung bekerjasama dengan Pemprov Lampung.

Terpisah, bagian kesiswaan SMP An-Nur TBT Budiyanto mengatakan sekolahnya juga telah melakukan kegiatan penyuluhan narkoba maupun kesehatan pada umumnya kepada siswa melalui kader kesehatan remaja di sekolah maupun kegiatan penyuluhan tim UKS setiap waktu yang sudah ditentukan oleh sekolah.

Sementara itu Ketua LPA Tubaba, Elia Sunarto mengatakan langkah yang dilakukan SMP An-Nur TBT ini patut dicontoh sekolah lain. Elia juga berharap kedepan SMP An-Nur juga akan memelopori lahirnya Forum Anak dilingkungan sekolah. (kir).

Polres Tulang Bawang Bidik Pelaku Dibalik Kasus Mucikari Cilik


??????????

SAHABAT ANAK | Tulang Bawang Tengah – Lembaga Perlindungan Anak Tulang Bawang Barat merasa lega setelah mendapat kepastian kasus ‘Mucikari Cilik’ yang diadukannya mulai direspon. Kepastian itu didapat setelah melihat diterbitkannya surat undangan sebagai saksi oleh Unit PPA Polres Tuba yang ditujukan kepada korban pertama dan orang tuanya, keduanya warga Tiyuh Pulung Kencana Kecamatan Tulang Bawang Tengah.

“Surat dikirim via pamong setempat,” ungkap Rendi Ardian Hendrik Widigdo Ketua Komisi Advokasi anak dan Reformasi Hukum LPA Tubaba usai mendampingi Ketua LPA Elia Sunarto yang Rabu (15/4) kemarin bertemu Kanit PPA Polres Tuba, Bripka Sugiarto.

Dengan ditindaklanjutinya pengaduan LPA Tubaba oleh Polres Tuba ini menunjukkan bahwa kasus ini tidak mandeg, seperti disangkakan publik selama ini. Rendi akui pihaknya cukup lama lakukan pendalaman kasus ini. Tertutupnya pihak para korban mengindikasikan ada intimidasi, terlebih publik melihat pelaku selama ini tampak jumawa muncul dimuka umum seakan kebal hukum.

Kasus Mucikari Cilik telah membelalakan mata publik karena terungkap terjadinya prostusi dikalangan pelajar. Dimana melibatkan korban 2 anak dibawah umur, salah satu merupakan pelajar kelas IX sebuah SMP negeri di Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Keduanya dijual oleh adik kelasnya pelajar kelas VIII disekolah yang sama kepada Bg warga Tiyuh Mulya Jaya kecamatan setempat.

Menurut pengakuan korban, Bg menjualnya lagi kepada rekannya yang disebut bernama Aziz warga Tiyuh Kagungan Ratu Kecamatan Tulang Bawang Udik.

“Tetapi identitas Aziz ini masih belum jelas, karena Bg sendiri sulit ditemui meskipun kami sudah berusaha menemui sendiri kerumahnya, maupun melalui koordinasi dengan pamong setempat baik dengan Kepalo Tiyuhnya sendiri maupun ketua RK dan RTnya.” papar Rendi.

Diceritakan, korban pertama dijual 1jt tetapi hanya menerima 600rb sedang korban kedua hanya menerima Rp 200rb karena tidak berhubungan badan. korban mengaku hanya diciumi dan tangan pelaku dimasukkan ke organ intimnya.

LPA berkoordinasi dengan pihak sekolah dan didampingi orang tua korban berhasil mengorek sejumlah keterangan penting dari para pelaku. Diantaranya terungkap bahwa pergaulan bebas (baca ; seks bebas) sudah merembak dikalangan pelajar bahkan ditingkat SMP.

Kasus kejahatan seksual yang melibatkan anak dibawah umur yang ditangani LPA Tubaba mendapat perhatian serius dari dua wakil rakyat asal Kecamatan Tulang Bawang Tengah, mereka adalah Yantoni Wakil Ketua I DPRD Tubaba dan Ketua Komisi A DPRD Tubaba, Paisol, SH. Mereka mensupport LPA agar dapat menyeret pelaku-pelakunya ke meja hijau. (ES*)

Kasus ‘Mucikari Cilik’ Sudah Ditangan Kepolisian


mucikari cilik

SAHABAT ANAK | Panaragan — Kasus pelajar jual temannya yang terjadi beberapa waktu lalu kini sudah ditangan pihak kepolisian. LPA Tulang Bawang Barat telah melaporkannya ke Unit PPA Polres Tulang Bawang, demikian diungkapkan Ketua Komisi Advokasi dan Reformasi Hukum LPA Tubaba, Rendi Ardian Hendrik Widigdo, SH kepada SAHABAT ANAK.com Jum’at (10/4) usai mendampingi ketua LPA melapor di Mapolres Tulang Bawang.

Sebelumnya, kabar peristiwa tersebut sudah beredar luas di masyarakat, bahkan melihat Bg warga Tiyuh Mulya Jaya Kecamatan Tulang Bawang Tengah yang disebut-sebut sebagai pelaku masih bebas lalu lalang masyarakat menduga kasus tersebut sudah selesai di 86, istilah damai yang dipahami masyarakat.

Rendi akui butuh proses untuk mendalami kasus ini, tetapi ia bersyukur pihak-pihak terkait cukup kooperatif dengan LPA. “Hanya Bg yang belum sempat dimintai keterangan oleh kami. Kesannya ia meremehkan pihak LPA dan menganggap kasus ini kecil.” Kata Rendi.

LPA berharap pihak Polres Tulang Bawang segera menindak lanjuti kasus ini. Dikabarkan sebelumnya, seorang pelajar kelas VIII sebuah SMP Negeri di Kecamatan Tulang Bawang Tengah telah menjual dua rekan wanitanya ke lelaki hidung belang. Salah seorang diantaranya adalah kakak kelasnya yang duduk dibangku kelas IX di sekolah yang sama.

Menurut keterangan Mt (15th) ia dibayar Rp 1jt tetapi dirinya hanya menerima upah Rp 600 untuk jasa esek-esek yang ia berikan pada salah satu pria hidung belang yang membawanya. DC (15th) mengaku ia hanya diraba-raba oleh Bg untuk kesediaannya tersebut ia hanya dibayar Rp 200rb.

Korban Mt sendiri dengan didampingi orang tua dan guru Bpnya kepada LPA mengakui dan menceritakan kalau ia mendapat tekanan dari pelaku. Bg mengancam akan membunuh orang tuanya kalau ia menceritakan kejadian ini kepada orang lain.

Kasus persundalan yang melibatkan anak-anak dibawah umur seusia pelajar SLTP ini sempat membuat kalangan dunia pendidikan di Kabupaten Tulang Bawang Barat suram. Setidaknya ada dua orang wakil rakyat dari DPRD setempat yang bersuara lantang minta kasus ini diungkap dan pelakunya ditindak. Yantoni dan Paisol, masing-masing adalah Wakil Ketua I dan Ketua Komisi A DPRD setempat minta LPA Tubaba menangani kasus ini dengan serius.

“Seret pelakunya ke ranah hukum,” tegas Yantoni kepada Ketua LPA Tubaba.

Ketua LPA Tubaba sempat dipanggil Wakil Ketua I DPRD Tulang Bawang Barat tersebut karena beredar berita miring LPA telah mempetieskan kasus ini. Salah seorang tokoh masyarakat Tiyuh Mulya Jaya berharap Bg mendapat pelajaran berharga dari peristiwa ini. “Biar-biar Mas, biar jera dia…” ujar pria muda yang enggan namanya disebutkan. (ES*)

Kenanga (15th), Korban Mucikari Cilik Ikut Ujian


??????????

SAHABAT ANAK |Tulang Bawang Tengah — Kenanga (15th, nama samaran) pelajar salah satu SMPN di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat yang saat ini mendapat pendampingan dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) setempat tampak duduk sendiri disebuah ruangan sekolahnya untuk mengerjakan soal-soal ujian. Ia telah tergelincir dalam kasus eksploitasi seks komersil, karena pergaulan yang salah.

Kasusnya sendiri menurut Ketua LPA Tulang Bawang Barat, Elia Sunarto tetap akan ia bawa ke ranah hukum. LPA sedang menyiapkan data dan laporan untuk diadukan langsung ke Polres Tulang bawang melalui Unit PPA. Pihaknya minta pelaku segera ditangkap.

Elia mengakui, kalau ada pihak-pihak tertentu yang menginginkan kasus ini dibekukan saja, tidak berlanjut. Terbukti dari perilaku tersangka Bgr, warga Tiyuh Mulya Jaya Kecamatan Tulang Bawang Tengah yang kian jumawa. Warga dilingkungannya sendiri berharap hukum bisa ditegakkan, kasihan anak-anak jadi korban perilaku bejat sampah masyarakat, teriak warga RT 07/02 yang enggan disebut namanya.

Kepada Kepalo Tiyuh Mulya Jaya, Lukman, tersangka menyangkal kalau ia pelaku utamanya, tetapi Az yang disebut sebagai warga Tiyuh Kagungan Ratu kecamatan Tulang Bawang Udik, hingga berita ini ditulis identitasnya masih kabur.

Desas-desus yang beredar kasus perkelaminan yang melibatkan 3 anak dibawah umur, salah satunya sebagai mucikari cilik itu sudah didamaikan, LPA sempat dituding ikut 86. Dari keterangan kedua keluarga korban diketahui bahwa perdamaian tersebut adalah rekayasa saja. Karena orang tua salah satu korban menyangkal pernah bertemu dengan tersangka.

Dari keterangan yang berhasil dihimpun, dua anak dibawah umur ini telah menjadi korban perdagangan anak untuk eksploitasi seks. Salah seorang pelaku, sebut saja S (14th) bertindak sebagai mucikari.

Kesimpang siuran keterangan yang berkembang selain mengarah pada tersangka pelaku tunggal Bg, kedua orang tua korban bisa dituduh sebagai orang tua yang sengaja menjual anaknya.

“Saya berharap polisi segera bertindak, tangkap tersangkanya. Barang bukti dan kejadiannya cukup jelas, tak ada alasan tersangka lenggak-lenggok bebas diluaran.” pinta Elia Sunarto/

Sebelumnya banyak pihak yang pesimis kasus ini bisa dibawa keranah hukum, melihat gelagatnya ada indikasi tekanan atau ancaman terhadap korban dan keluarganya.

Kasus pelacuran yang melibatkan anak-anak pelajar di bawah umur ini telah memantik keprihatinan dunia pendidikan, banyak ibu-ibu yang khawatir dengan perkembangan anak-anak mereka. (*).