MESKIPUN SUKSES KEMBALIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH, KETUA LPA NGAKU MASIH KECEWA PANARAGAN-TULANG BAWANG BARAT (PojokTubaba.com) — Hari ini Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Tulang Bawang Barat (LPA Tubaba) kembali berhasil mengembalikan anak putus sekolah ke bangku sekolah kembali, tetapi meskipun upayanya berhasil Ketua LPA Tubaba, Elia Sunarto mengaku kecewa. Ditemui di area taman bermain Pulung Kencana aktivis anak ini menuturkan kekecewaannya, Jum’at (25/01/2019). “Saya melihat raut wajah kecewa dari beberapa guru, setidaknya hal itu pulalah yang disampaikan kepala sekolah tadi kepada saya, sialnya dihadapan orang tua dan si anak langsung, saat kami bertemu di ruang kepsek,” ungkap Elia Sunarto. Seperti diketahui, Ketua LPA Tubaba hadir di sekolahan itu dalam rangka upaya pemenuhan hak anak, karena RH, pelajar kelas XII sebuah SLTA yang dirahasiakan identitasnya itu telah dikeluarkan pihak sekolah, sejak akhir Oktober 2018 ybs sudah tidak sekolah lagi. Elia Sunarto sayangkan banyak sekolah terlalu mudah mengeluarkan siswa dari sekolah, apapun kesalahan anak tersebut tidak boleh dikeluarkan, apalagi mereka sudah kelas akhir menjelang kelulusan. “Setiap tahun kita temukan kasus seperti ini. Di Tubaba hal ini setidaknya adalah pelanggaran atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Perda Nomor 10 Tahun 2015 tentang Pengelolaan perlindungan anak,” terang Elia Sunarto. Ia menjelaskan, meskipun si anak sudah dapat kembali ke sekolah tapi sikap dan pandangan guru-guru kalau benar yang dikatakan kepala sekolah sungghuh tidak mencerminkan sikap pendidik dan pengasuh anak. “Kalau keberatan silakan disampaikan kita bisa gelar pertemuan, biar nanti saya jelaskan panjang lebar hak anak, dan apa yang saya lakukan tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, juga tidak ada tekanan. Pihak sekolah silakan menolak tegas kalau keberatan anak ini sekolah lagi,” kata Elia Sunarto menahan emosi. LPA Tubaba memiliki SOP penanganan kasus anak, ada pemulihan mental dan integrasi anak sebagai korban dengan lingkungannya. Kalau seperti ini sikap gurunya, berarti ada kontra dengan paradigm Perlindungan anak. Anak justru tertekan dengan sikap guru dan menjadikan sekolah tidak ramah anak, anak menjadi kurang Nyaman. “Saat ini saja di sekolah ini setidaknya ada 3 siswa yang mestinya harus diadvokasi agar mau sekolah lagi,” pungkas Elia Sunarto mengakhiri pembicaraan. (ES.007)


Tinggalkan komentar